Skandal Mafia Anggaran DPRD : Korupsi Sistematis Dibalik Tunjangan

Iqbal Utama, Ketua Bid. Kajian Hukum dan HAM LBH Trisula Keadilan Indonesia, foto Ist. Indonesia Terbit

Tangerang, Indonesia Terbit - Istilah mafia anggaran kembali populer saat ini. Para anggota DPRD, terutama mereka yang duduk di Badan Aggaran (Banggar) seakan kehilangan kredibilitas di mata rakyat setelah akan terungkapnya beberapa kasus terkait tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi di sejumlah Daerah. 

Ya, diketahui, dari beberapa daerah sudah dilakukan proses penyidikan oleh Kejaksaan Negeri maupun Kejaksaan Tinggi Banten dan KPK.

Adapun Perkara Tunjangan DPRD Yang Sudah di Periksa oleh Kejaksaan :

  • Tunjangan Perumahan Dan Tunjangan Transportasi DPRD Oku Prov. Sumsel Yang Sudah Diperiksa Oleh Kejaksaan Tinggi Sumsel
  • Tunjangan Perumahan Dan Tunjangan Transportasi DPRD Kota Banjar, Yang Sudah Diperika Oleh Kejaksaan Negeri Kota Banjar
  • Tunjangan Perumahan Dan Tunjangan Transportasi DPRD Kota Indramayu, Yang Sudah Diperiksa Oleh Kejakasaan Tinggi Jawa Barat
  • Tunjangan Perumahan Dan Tunjangan Transportasi DPRD Hulu, Yang Diperiksa Oleh Kejaksaan Negeri Kab.Kl Kapuas
  • Tunjangan Perumahan Dan Tunjangan Transportasi DPRD Manado, Yang Diperiksa Oleh Kejaksaan Negeri Manado

Akankah Terjadi di Kota Tangerang .....???

Kekuasaan penuh legislatif dalam menyusun anggaran yang minim transparansi kepada masyarakat merupakan cikal bakal lahirnya mafia anggaran. 

Fenomena itu bukan hanya di DPR melainkan ditiru banyak daerah, termasuk oleh DPRD Kota Tangerang, baru-baru ini setelah dicabutnya tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi DPR-RI tertanggal 04 September 2025 lalu oleh Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Fraksi-fraksi DPR RI.

Di daerah, praktik mafia anggaran lebih sulit terpantau oleh masyarakat. Selain karena masyarakat belum paham proses penganggaran, hal itu juga karena di tingkat lokal persengkongkolan legislatif dan eksekutif lebih mudah terlaksana mengingat wilayahnya sempit.

"Terlebih lagi kekuasaan eksekutif sangat dominan sehingga alokasi anggaran lebih mudah dimainkan," kata Iqbal Utama, Ketua Bidang Kajian Hukum dan HAM LBH Trisula Keadilan Indonesia, Senin 22 September 2025.

Dalam beberapa kasus di daerah, termasuk di Kota Tangerang, pola persengkongkolan antara legislatif dan eksekutif berbagi kue anggaran terlihat jelas. 

"Anggota legislatif berperan sebagai penjualkueanggaran, sedangkan pejabat eksekutif pembelinya. Transaksi itu biasanya fleksibel sehingga dimungkinkan eksekutif memesan kue terlebih dahulu kepada penjualnya, yaitu anggota DPRD, yang menawarkan pembagian anggaran," papar Iqbal.

Permasalahan Yang Terjadi 

Dapat dipastikan bahwa seluruh anggota DPRD Kota Tangerang telah menerima tunjangan transportasi Pimpinan dan Anggota DPRD. Pemberian tunjangan transportasi yang diberikan tidak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 Tahun 2023 Tentang Standar Harga Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2024 Tentang Standar Harga Biaya Masukan Tahun Anggaran 2025 Tentang sewa kendaraan operasional pejabat, yang menyatakan untuk wilayah Provinsi Banten standar sewa kendaraan ditetapkan batas tertingginya adalah Rp. 13.950.000 per-bulan.

Pasal 1 

Standar biaya masukan tahun anggaran 2024 merupakan satuan biaya berupa harga satuan, tarif dan indeks yang ditetapkan untuk menghasilkan biaya komponen keluaran dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga T.A 2024.

Pasal 2 

Standar biaya masukan tahun 2024 berfungsi sebagai : Batas tertinggi atau Estimasi

Peraturan Walikota Tangerang Nomor 9 Tahun 2025 dengan standar sewa kendaraan yang ditetapkan dalam Permenkeu Nomor 49 Tahun 2023 Jo Permenkeu 39 Tahun 20254 sebagai dasar standar harga masukan penanggangaran di tahun 2024 dan tahun 2025. 

"Peraturan itu tidak dijalankan oleh pemerintah daerah Kota Tangerang. Sehingga berpotensi terjadinya mark up anggaran dan/atau tindakan tindak pidana korupsi," imbuhnya.

Peraturan Walikota Nomor 14 Tahun 2025 Tentang Hak Keuangan dan Administratif DPRD Kota Tangerang. Terhadap penerimaan anggaran oleh anggota DPRD tertanggal 03 Februari 2025 Yang tidak mengikuti Standat Biaya Masukan (SBM) dari Permenkeu 49 Tahun 2024 :

Selama (8 bulan) Selisih anggaran senilai Rp.5,8 Milliar

Dan, selisih pembayaran berdasarkan Perwal Nomor 89 Tahun 2023 Pasal 18 dan Permenkeu No 39 Tahun 2024 Tunjangan Transportasi DPRD Tahun 2023. Terhitung (15 bulan) dari ditetapkannya perwal tersebut senilai Rp.3,1 Milliar

Jadi, Tunjangan Transportasi pada bulan oktober 2023 s.d September 2025 senilai : Rp. 8,9 Milliar dan tunjangan perumahan senilai Rp. 17,1 Milliar

Potensi kerugian daerah Kota Tangerang yang wajib dikembalikan ke Negara/Daerah dari tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi sebesar Rp. 26,3 Milliar.

"Data analisa diatas sesuai uraikan yang kami lampirkan kepada Pemerintah Daerah Kota Tangerang,"

"Menurut kami unsur tindak pidana korupsi pada kasus tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi ini sudah cukup jelas dan selisih lebih anggaran yang tidak berdasar pada Permenkeu No 49 Tahun 2023 Tentang Biaya Masukan T.A  2024 dan Permenkeu No 39 Tahun 2024 Tentang Biaya Masukan T.A 2025 Jo perwal Nomor 9 tahun 2025 dengan standar sewa kendaraan ini wajib secara peraturan dikembalikan kepada kas daerah," tegas Iqbal.

Kini, teka-teki inisiator awal mafia anggaran tersebut perlu diurai agar menyentuh aktor utamanya. Sekda perlu diperiksa sebagai tim TAPD dan pihak terkait lainnya. Apakah penganggaran tunjangan perumahan dan transportasi yang diberikan kepada legiatif sudah sesuai Perundang-undangan atau melanggar dasar hukum.. !!!

"Harus diakui, satu-satunya momok bagi anggota mafia anggaran adalah KPK dengan kewenangan penyadapan dan tangkap tangannya. Hanya KPK yang diyakini dapat membongkar konsolidasi elite antara eksekutif dan legislatif," jelasnya.

Hal serupa kemungkinan terjadi pada pengungkapan kasus mafia anggaran di Kota Tangerang, walaupun sudah dari beberapa daerah Kejaksaan dan KPK sudah melakukan peranannya sebagai Penegak Hukum.

Iqbal Utama sebagai Ketua Bidang Kajian Hukum dan HAM LBH Trisula Keadilan Indonesia akan membongkar dan menuntaskan siapa aktor utama dalam mafia anggaran di badan eksekutif dan legistatif.

"Kami akan ungkap siapa aktor yang backup, sampai pemerintah Kota Tangerang dan Legislatif ini terlihat Kebal Hukum," papar Iqbal.

Jika hal itu bisa dilakukan, akan menimbulkan efek jera luar biasa bagi pejabat, termasuk wakil rakyat, yang selalu berkelit dengan mengandalkan perlindungan penguasa dan mafia hukum.

Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, terang Iqbal. Kejaksaan, Mahkamah Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK-RI) harus mampu mengungkap aktor utama dalam kasus mafia anggaran di Kota Tangerang ini yang sebenarnya relatif mudah karena jauh dari intervensi elite politik Jakarta.

"Kami yakin Aparat Penegak Hukum masih sangat terjaga integritasnya, sehingga kasus ini dapat ditangani secara profesional dan seadil-adilnya. Kami pun masih sangat meyakini bahwa seluruh jajaran Kejaksaan, Kepolisian, Mahkamah Agung dan KPK-RI memiliki idealisme dan semangat yang tinggi dalam hal pencegahan dan penindakan korupsi," tegas dia.


Survival Journalism

Post a Comment

Terimakasih sudah memberikan komentar anda

Lebih baru Lebih lama