DPRD Kota Tangerang "Omon Omon" Gak Tegas Evaluasi Perwal Tunjangan

Iqbal Utama, Ketua Bid. Kajian Hukum Tata Negara dan HAM LBH Trisula Keadilan Indonesia, Ist. Indonesia Terbit

Tangerang, Indonesia Terbit - Ungkapan "kaji ulang Perwal tunjangan DPRD Kota Tangerang cuma omong kosong alias "omon-omon. Permasalahan ini mencerminkan pandangan masyarakat yang skeptis dan kecewa terhadap janji pemerintah daerah dan DPRD untuk mengevaluasi tunjangan. 

Alih-alih memperjuangkan nasib rakyat, masyarakat menyebut lembaga legislatif layaknya perkumpulan para mafia yang hanya sibuk mengatur siasat merampok uang rakyat. 

“Bubarkan DPRD Kota Tangerang, maka APBD Kota Tangerang akan menghemat puluhan bahkan ratusan triliun kalau DPRD dibubarkan"

Hal itu dikatakan langsung oleh Ketua Bidang Kajian Hukum Tata Negara dan HAM LBH Trisula Keadilan Indonesia, Iqbal Utama dalam keterangannya, Pada Senin 29 September 2025.

Iqbal pun merangkum sudut pandang masyarakat terhadap kinerja DPRD Kota Tangerang yang dinilai hanya omong kosong, diantaranya :

- Masyarakat mempertanyakan besaran tunjangan yang dianggap terlalu tinggi, seperti tunjangan perumahan dan transportasi puluhan juta rupiah, di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

- Kinerja Vs Gaji: Publik melihat adanya ketidakseimbangan antara besaran gaji dan tunjangan yang diterima anggota dewan dengan kinerja mereka yang dianggap kurang maksimal.

- Kurangnya transparansi: Besaran tunjangan sering kali tidak diungkapkan secara transparan kepada publik, memicu kecurigaan dan kritik.

- Peraturan yang ambigu: Ketentuan mengenai tunjangan, terutama untuk pimpinan, dinilai membingungkan dan multitafsir, sehingga rentan disalahgunakan. 

"Sejumlah Pemerintah Kota/Kabupaten di Provinsi Banten telah menanggapi polemik ini dengan berbagai tindakan, meskipun tidak semua dianggap memuaskan," ujar Iqbal.

Contohnya Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Hak Keuangan dan Administratif DPRD Kab. Tangerang, berdasarkan hasil rapat dan koordinasi bersama Pimpinan fraksi di DPRD Kab. Tangerang secara resmi membatalkan kenaikan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi setelah mendapat kritik dan sorotoan tajam dari masyarakat dan mahasiswa. 

"Ia (DPRD Kabupaten Tangerang) mengakui bahwa pembatalan ini diperlukan agar anggaran lebih fokus pada kepentingan publik," papar dia.

Diketahui, Mendagri juga menekankan bahwa besaran tunjangan rumah didasarkan PP No. 1 Tahun 2023 dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada). 

"Oleh karena itu, kepala daerah yang baru terpilih tidak bisa disalahkan sepenuhnya, melainkan harus mengevaluasi besaran tunjangan tersebut," jelasnya.

"Pernyataan Mendagri yang saat ini dijabat oleh Tito Karnavian sudah sangat jelas dan tegas kepada seluruh pemerintah daerah yang baru terpilih," tambahnya.

Lalu, kenapa Pemerintah Daerah Kota Tangerang hingga saat ini masih belum berani memberikan sikap sesuai kritikan masyarakat untuk segera mengevaluasi dan mencabut Perwal 14 Tahun 2025 terkait tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi, yang bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan diatasnya.

"Salah satu hak yang dimiliki DPRD dalam menjalankan fungsinya untuk mengawasi pemerintahan yaitu hak DPRD untuk mengadakan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat yang diduga ketentangan dengan peraturan Perundang-undangan. Namun, DPRD saat ini seolah-olah tutup mata dan seakan tetap mempertahankan perwal 14 tahun 2025," imbuh Iqbal.

"Dan apabila anggota DPRD juga mengeluhkan tidak adanya fasilitas perumahan, yang dianggap dapat mengganggu kinerja mereka. Berdasarkan fakta yang kami temukan di lapangan, kami meyakini bahwa sebagian besar pimpinan dan anggota DPRD Kota Tangerang, tidak ada yang menggunakan uang tunjangan perumahan tersebut untuk menyewa rumah dan nilai tunjangan transportasi yang diberikan tidak berdasarkan batasan tertinggi Permenkeu senilai Rp.13.950.000 untuk wilayah Banten,"

"Alasan apalagi yang membuat perwal itu tidak dicabut..?? Sudah jelas Perwal itu melanggar peraturan," tegas dia.

Meskipun sudah mendapatkan jawaban prihal surat teguran soal Perwal Nomor 14 Tahun 2025 yang wajib dievaluasi dan cacat hukum beberapa waktu lalu.

"Keterangan yang disampaikan melalui Sekretaris Daerah Kota Tangerang yang saat ini di jabat oleh Herman Suwarman menyampaikan akan melakukan koordinasi dan konsultasi ke Kemendagri dan Pemerintah Provinsi Banten," kata Iqbal menyampaikan isi dari surat jawaban yang berkaitan dengan regulasi prihal standarisasi standar harga satuan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi Pimpinan dan Anggota DPRD untuk dijadikan pedoman dalam pemberian tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi DPRD (pada point 4) dengan Nomor Surat : B/32748/100.3/IX/2025 yang disampaikan kepada LBH Trisula Keadilan Indonesia tertanggal 16 September 2025.

"Dalam hal ini bukan lagi persoalan bagaimana kebijakan Provinsi, namun bagaimana ketegasan dan sikap kepala daerah terpilih. Berdasarkan peraturan kebijakan kepala daerah itu sendiri, memiliki kewenangan untuk mencabut Perwal yang dibuatnya. Ketika Perwal tersebut tidak relevan," beber dia.

Menurut Iqbal unsur tindak pidana korupsi pada kasus tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi ini sudah cukup jelas dan tidak berpedoman pada Peraturah Pemerintan Nomor 1 Tahun 2023 dan Peraturan Walikota Tangerang Nomor 9 Tahun 2025 dengan standar sewa kendaraan yang ditetapkan dalam Permenkeu No 49 Tahun 2023 Tentang Biaya Masukan T.A  2024 dan Permenkeu No 39 Tahun 2024 Tentang Biaya Masukan T.A 2025 dengan standar sewa kendaraan.

Jika berdasarkan Permenkeu, lanjut Iqbal, yang menyatakan biaya batas tertinggi standar sewa kendaraan diprovinsi Banten senilai Rp. 13.950.000. Maka telah terjadi Mark Up anggaran dalam penerbitan perwal 14 tahun 2025 ini dan wajib secara peraturan, anggaran selisih lebih yang sudah diterima oleh anggota DPRD Kota Tangerang wajib dikembalikan kepada kas daerah.

Kendati itu, dalam aturan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa, menjelaskan "Pejabat Publik Yang Kebijakannya mendapat sorotan negatif dari masyarakat atas pelanggaran Norma-norma dan/atau peraturan yang merugikan masyarakat/publik. Pejabat publik harus mengundurkan diri, meskipun belum terdapat putusan dari pengadilan.

"Maka dari itu dalam waktu dekat ini, kami akan meminta untuk dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama pimpinan, anggota DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Tangerang dalam memastikan bahwa kebijakan publik yang dibuat benar-benar mencerminkan kebutuhan dan harapan rakyat, serta meningkatkan legitimasi dan efektivitas pemerintahan," tegasnya.


Survival Journalism

Post a Comment

Terimakasih sudah memberikan komentar anda

Lebih baru Lebih lama