![]() |
| Gambar Ilustrasi Hukum di Pemerintahan Kota Tangerang, Ist. Indonesia Terbit |
Tangerang, Indonesia Terbit - Pengesahan Produk Hukum Daerah Kota Tangerang yang diterbitkan oleh PJ. Walikota Tangerang berpotensi adanya tindak pidana korupsi dan pemborosan keuangan daerah Kota Tangerang. Pengesahan tersebut terungkap, bahwa perhitungan kenaikan tunjangan dilakukan dengan prosedur yang tidak sesuai peraturan Perundang-undangan dan tanpa dasar hukum yang sah.
Selain itu tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Sementara itu Pemerintah Kota Tangerang bersama DPRD Kota Tangerang tengah membahas evaluasi perihal Peraturan Walikota Nomor 4 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Walikota Nomor 89 Tahun 2023 tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2017 tentang keuangan dan administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Tangerang terkait tunjangan perumahan bagi anggota Dewan.
Langkah ini dilakukan menyusul arahan pemerintah pusat dan respon dari masyarakat Kota Tangerang untuk melakukan penyesuaian terhadap tunjangan serupa diberbagai tingkatan pemerintahan.
"PJ. Walikota Tangerang Dr. Nurdin,.S.Sos, dan Asisten Administrasi Umum (ASDA III) Sekretariat Daerah, Wahyudi Iskandar, yang juga pernah menjabat (PLH.Sekretaris Daerah Kota Tangerang TH.2025). Yang mengesahkan perubahan perwal 14 Nomor 2025 ini, belum memberikan keterangan lanjutan, prihal dasar diterbitakannya Perwal yang diklaim bertentangan dengan Perundang-undangan yang lebih tinggi diatasnya"
Iqbal Utama, Ketua Bid. Kajian Hukum dan HAM sudah memberikan Teguran Hukum Pertama tertanggal 08 September 2025 dan Teguran Hukum Kedua dan Terakhir kepada Pemerintah Kota Tangerang kepada : Walikota, DPRD, Sekretaris Daerah, Biro Hukum pemkot, Mantan PLH Sekretaris Daerah TH. 2025 dan BPKD.
Berikut isi dalam Petitum yang disampaikan :
1. Bahwa Produk Hukum Daerah yang di keluarkan oleh Kepala Daerah Kota Tangerang tidak relevan dan diduga cacat hukum (legal defect). Berkaitan dengan hal tersebut perlu di evaluasi kembali apa fungsi dan makna dari tunjangan yang diterima Pimpinan dan Anggota DPRD. Bahwa Produk Hukum Daerah dan/atau Peraturan Walikota Tangerang, yang dikeluarkan tidaklah mencerminkan nilai-nilai keadilan dan transparansi demokratis.
2. Bahwa telah terjadi Pelanggaran Perundang-undangan dengan adanya ketidaksesuaian antara Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017, Peraturan Walikota Nomor 14 Tahun 2025 dan Peraturan Gubernur Banten Nomor 37 Tahun 2022 Tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Bahwa nilai perhitungan tunjangan perumahan dan transportasi diduga telah menyalahi aturan peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas profesionalitas, tidak memiliki dasar hukum seperti :
Penilaian dari Kantor Jasa Penilai Jasa Publik, tidak mencerminkan akuntabilitas serta kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan daerah. Sehingga di duga terjadi mark up dan sehingga merugikan keuangan daerah. Dan nilai tunjangan DPRD Kota Tangerang tidak berdasarkan hasil appraisal.
Pelanggaran / pertentangan Peraturan Walikota Tangerang Nomor 14 tahun 2025 terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2023 tersebut adalah sebagai berikut :
(a) Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2023 Pasal 17 dinyatakan :
Ayat (1)
Besaran tunjangan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, standar harga setempat yang berlaku, dan standar luas bangunan dan lahan rumah negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Ayat (2)
Besaran tunjangan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, standar harga setempat yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Ayat (3)
Besaran tunjangan perumahan yang dibayarkan harus sesuai dengan standar satuan harga sewa rumah yang berlaku untuk standar rumah negara bagi Pimpinan dan Anggota DPRD, tidak termasuk mebel, belanja listrik, air, gas, dan telepon
Ayat (4)
Besaran tunjangan transportasi yang dibayarkan harus sesuai dengan standar satuan harga sewa kendaraan yang berlaku untuk standar kendaraan perorangan dinas bagi Pimpinan dan Anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, tidak termasuk biaya perawatan dan biaya operasional kendaraan dinas.
4. Bahwa Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Sarana dan Prasarana Kerja dinyatakan bahwa Standar Rumah Dinas Pimpinan DPRD adalah Luas Bangunan 300 m2 dan Luas Tanah 750 m2. Sementara Standar Kendaraan Dinas Pimpinan DPRD adalah sedan / minibus maksimal 2200 cc.
"Oleh karena itu Besaran Tunjangan Perumahan yang ditetapkan oleh Peraturan Walikota Tangerang Nomor 14 Tahun 2025 tersebut adalah sangat tidak patut, tidak wajar dan tidak rasional untuk menyewa rumah di Kota Tangerang dengan luasan sebagaimana ditetapkan dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 2006," beber Iqbal.
5. Bahwa yang patut diduga, terdapat dampak potensi kerugian negara dan/atau daerah dari ketidaksesuaian peraturan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi DPRD Kota Tangerang sekitar senilai ”Rp.6.658.750.000” (enam miliar enam ratus lima) puluh delapan juta tujuh ratus ribu rupiah) selisih tunjangan (terhitung 6 bulan "maret - agustus" dari kenaikan tunjangan yang diterima oleh dewan) berdasarkan penyesuaian perwal 89 tahun 2024 dan perwal perubahan 14 Tahun 2025.
"Yang menyebabkan pemborosan anggaran negara dan/atau daerah yang tidak semestinya terhadap anggaran APBD di tahun 2025," imbuh Iqbal.
Apabila di evaluasi berarti ada permasalahan peraturan dengan diterbitkannya perwal 14 tahun 2025 dan dianggap BATAL DEMI HUKUM dan tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum
6. Bahwa atas dasar, ketidaksesuaian peraturan serta produk hukum daerah yang dikeluarkan oleh PJ. Walikota Tangerang. Maka dari itu, kami meminta kepada seluruh Anggota DPRD dari total 50 -org (dari unsur pimpinan dan anggota). Untuk segera mengembalikan Uang Negara yang diterima seperti Tunjangan Perumahan dan Transportasi kepada Kas Daerah (KASDA) Kota Tangerang.
"Tentunya harapan masyarakat adalah Walikota terpilih harus berani mengambil langkah tegas untuk Mencabut, Mengevaluasi atau Mengubah Perwal 14 Tahun 2025, jika terjadinya kelalaian dalam suatu kebijakan produk hukum daerah," kata Iqbal.
Tindakan Hukum kepada Kejaksaan
Perkara tunjangan perumahan ini, bukan sekadar perkara korupsi biasa. Ini adalah ujian integritas, ujian keberanian, dan ujian nyali bagi Kejaksaan Negeri Kota Tangerang. Di mata publik, persoalannya sudah jelas: akar masalah terletak pada dominasi dan dugaan persekongkolan permainan kotor terhadap Perwal yang diterbitkan Walikota dan DPRD.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2023 Pasal 15 ayat (2) menyatakan :
“Dalam hal Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan rumah negara bagi Anggcta DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, kepada yang bersangkutan dapat diberikan tunjangan perumahan”.
Dan Pasal 17 ayat (3) yang menyatakan :
“Besaran tunjangan perumahan yang dibayarkan harus sesuai dengan standar satuan harga sewa rumah yang berlaku untuk standar rumah negara bagi Pimpinan dan Anggota DPRD, tidak termasuk mebel, belanja listrik, air, gas, dan telepon”.
"Maka dari kedua pengaturan tersebut dapat kita pahami bahwa dalam kondisi apabila daerah tidak dapat menyediakan rumah dinas, maka daerah memberikan tunjangan perumahan dengan tujuan agar Pimpinan dan Anggota DPRD dapat menggunakan uang tunjangan perumahan tersebut untuk menyewa rumah yang lokasinya berdekatan dengan kantor DPRD tempat mereka bekerja,"
"Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa Tunjangan Perumahan itu harus digunakan untuk menyewa rumah. Artinya perbuatan menyewa rumah itu harus dilakukan oleh Pimpinan dan Anggota DPRD yang menerima tunjangan perumahan tersebut,"
Bahwa Peraturan Walikota Tangerang Nomor 14 Tahun 2025 khususnya yang mengatur tentang pemberian tunjangan perumahan, kata Iqbal, berpotensi membuka ruang korupsi massal secara sistemik dan dilegalisasi.
Menurut iqbal, tidak boleh ada peraturan perundangan yang memberi ruang bagi terjadinya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
"Inilah uji nyali yang sesungguhnya. Apakah Kejari berani menembus tembok kebal legislatif dan menyeret para anggota dewan ke meja hijau, ataukah mereka akan tetap bersembunyi di balik retorika hukum prosedural,"
"Masyarakat Tangerang tidak butuh lagi tontonan dramatis penangkapan ASN Kecil-kecilan. Mereka menunggu langkah nyata; membongkar peran para legislator yang selama ini selalu aman di balik layar," desak dia.
Lebih dari itu, keberanian Kejari menyentuh politisi akan menjadi tolak ukur serius, apabila Kejari berani mengungkap serta membongkar mafia anggaran di lingkungan Pemerintah dan DPRD, maka pesan kuat akan bergema: tidak ada lagi “kebal hukum” di Kota Tangerang.
"Inilah pertaruhan besar. Kejaksaan Negeri Kota Tangerang bukan sedang menghadapi dugaan kasus korupsi semata, melainkan ujian kepercayaan publik," tandasnya.
Kontributor : HR Alfian Yudha/Survival Journalism
