Jawaban Gubernur Koster Atas Fraksi Tentang Raperda Bale Kertha Adhyaksa

Gubernur Bali Wayan Koster, sedang memaparkan Raperda Bale Kertha Adhyakasa desa adat. Foto: bast. Indonesiaterbit.asia

Bali, Indonesia Terbit - Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan jawaban atas pandangan umum Fraksi-Fraksi terhadap Raperda Provinsi Bali tentang Bale Kertha Adhyakasa desa adat di Bali, pada Rapat Paripurna ke-32 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025, di Ruang Rapat Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Senin (12/8/2025). 

Diketahui, Sidang yang di pimpin oleh Ketua DPRD Provinsi Bali, Dewa Made Mahayadnya memaparkan menurut catatan dari sekretariat Dewan, anggota dewan yang hadir 39 orang oleh karena itu sesuai tata tertib DPRD prov Bali maka rapat paripurna ke 32 telah mencapai kuorum.

Gubernur Koster menyampaikan, Bale Kerta Adhyaksa dibentuk berdasarkan keputusan bersama Gubernur, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Majelis Desa Adat Provinsi. 

"Lembaga ini berdiri di wilayah Desa Adat namun tidak menjadi bagian dari struktur kelembagaan Desa Adat", tuturnya

Susunannya terdiri dari pembina, pengarah, ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota yang berasal dari unsur kejaksaan, pemerintah daerah, akademisi, tokoh masyarakat, dan masyarakat Desa Adat yang memahami prinsip penyelesaian damai.

"Fungsinya meliputi koordinasi, konsultasi, fasilitasi, pendampingan, hingga penyelesaian perkara hukum umum", jelasnya

“Bale Kerta Adhyaksa bertugas memberikan edukasi hukum, memediasi sengketa, membuat rekomendasi ke aparat penegak hukum, mendokumentasikan proses penyelesaian, serta menjalin kerja sama lintas lembaga,” tambahnya

Gubernur Koster menjelaskan, Lembaga ini berwenang menerima perkara, mengundang pihak bersengketa untuk bermusyawarah, menyusun kesepakatan damai, dan menolak perkara di luar hukum umum. 

"Keputusannya bersifat final dan dapat memuat sanksi seperti denda, kerja sosial, teguran, atau sanksi lain yang disepakati bersama", imbuhnya

Bale Kerta Adhyaksa menangani perkara pidana ringan, perdata sederhana, pelanggaran norma sosial, dan perselisihan yang berpotensi mengganggu harmoni masyarakat. Perkara adat, tindak pidana berat, dan kasus yang sudah masuk tahap penyidikan atau persidangan tidak menjadi kewenangannya.

Tahapan penyelesaian dimulai dari pengajuan permohonan, pemeriksaan kelayakan, pemanggilan para pihak, mediasi, penandatanganan kesepakatan, hingga pelaporan ke pihak terkait. Proses ini gratis dan diatur dalam Prosedur yang disusun Bale Kerta Adhyaksa.

Raperda ini direncanakan berlaku mulai 2 Januari 2026, bertepatan dengan pemberlakuan KUHP baru.  (Bast) 



Post a Comment

Terimakasih sudah memberikan komentar anda

Lebih baru Lebih lama